News Update

Menerangi Masa Depan Bangsa: Refleksi Hari Guru dan Teladan H.O.S. Tjokroaminoto

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Dr. Sennahati, S.I.Kom., M.I.Kom

Rektor Universitas Syekh Yusuf Al Makassari Gowa

Pengurus DPW Syarikat Islam Sulawesi Selatan

Setiap bangsa besar selalu dibentuk oleh sosok-sosok pendidiknya. Pada momen Hari Guru yang kembali kita peringati tahun ini, refleksi kita semestinya tidak berhenti pada penghormatan seremonial. Hari Guru adalah kesempatan menengok kembali fondasi moral dan intelektual yang selama ini menopang perjalanan bangsa. Fondasi itu dibentuk melalui tangan-tangan guru sosok yang mungkin tidak selalu berada di garis depan pemberitaan, tetapi menjaga bara peradaban tetap menyala.

Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai peran guru sebagai motor perubahan sosial. Di antara figur yang memberikan teladan kuat adalah Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, yang dikenal sebagai “Guru Bangsa”. Dalam rentang awal abad ke-20, ia tidak sekadar menjadi pemimpin Syarikat Islam, tetapi pendidik visioner yang membangun kesadaran kebangsaan lewat pendidikan. Rumahnya di Surabaya menjadi semacam asrama pemikiran yang melahirkan para tokoh besar seperti Soekarno, Semaoen, dan Kartosuwiryo tokoh dengan jalur perjuangan berbeda, tetapi sama-sama pernah belajar di bawah bimbingannya.

Tjokroaminoto menunjukkan bahwa seorang guru dapat menjadi pusat gravitasi perubahan nasional. Ia mempraktikkan pendidikan yang membebaskan, menekankan pentingnya berpikir kritis, tanggung jawab moral, dan keberanian intelektual. Dalam dirinya, kita melihat potret ideal seorang guru: bukan hanya penyampai pengetahuan, tetapi pembentuk karakter dan penuntun arah sejarah.

Jika Indonesia hari ini ingin menjadi bangsa besar, maka nilai-nilai yang pernah ditanamkan Tjokroaminoto harus kembali dihidupkan.

Tantangan yang dihadapi guru-guru Indonesia saat ini tentu berbeda dengan era Tjokroaminoto, namun esensinya tetap sama: mereka berada di garda terdepan membentuk kualitas manusia Indonesia. Bedanya, tekanan zaman sekarang jauh lebih kompleks. Arus digitalisasi, hadirnya kecerdasan buatan, perubahan pola belajar generasi Z dan Alpha, hingga derasnya disinformasi menuntut guru untuk menjadi navigator di tengah banjir informasi.

Peran guru telah bergeser dari sumber ilmu menjadi pembimbing literasi. Mereka dituntut mampu memandu peserta didik menyaring pengetahuan, membangun daya kritis, serta menjaga etika dalam ruang digital. Guru juga dituntut adaptif menghadapi perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang bergerak cepat.

Namun, transformasi peran tersebut belum diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan mendasar guru. Ketimpangan infrastruktur pendidikan, beban administrasi yang menumpuk, distribusi guru yang belum merata, hingga pelatihan yang tidak selalu kontekstual masih menjadi tantangan besar. Di banyak daerah, guru harus berperan ganda: pendidik, penggerak literasi, motivator, hingga penjaga kohesi sosial.

Dalam kondisi ini, bangsa memerlukan keberpihakan yang lebih kuat terhadap guru. Penghormatan kepada guru harus diterjemahkan ke dalam kebijakan, bukan sekadar retorika.

Pelajaran dari Tjokroaminoto kembali relevan di sini: pendidikan sejati mensyaratkan keberpihakan moral. Bila guru adalah tiang bangsa, maka negara dan masyarakat wajib menjadi penopang yang memastikan tiang itu tetap tegak.

Perguruan tinggi memiliki mandat besar dalam memperkuat kualitas guru. Universitas bukan hanya penyiap calon pendidik, tetapi juga pusat pengembangan ilmu, inovasi pedagogi, dan peningkatan kapasitas guru. Universitas Syekh Yusuf Al Makassari Gowa, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan nasional, menegaskan komitmennya untuk menghadirkan kurikulum yang menekankan literasi kepemimpinan, integritas akademik, dan pemanfaatan teknologi secara etis.

Kami meyakini bahwa pendidikan guru tidak boleh sebatas transfer kompetensi. Ia harus menjadi proses pembentukan watak keilmuan yang dapat menegakkan integritas meski berada dalam situasi penuh tekanan. Hal ini kembali menegaskan warisan spiritual dan intelektual dari sosok Tjokroaminoto: bahwa esensi seorang pendidik terletak pada karakter yang ia bangun, bukan semata ilmu yang ia ajarkan.

Dengan penguatan riset pendidikan, pengabdian masyarakat, dan kolaborasi lintas sektor, universitas dapat menjadi katalis untuk meningkatkan kapasitas guru di seluruh daerah. Ini bukan sekadar tugas akademik, tetapi tanggung jawab moral untuk memastikan pendidikan Indonesia dapat menjawab tantangan masa depan.

Selain keteladanan moral dan kompetensi profesional, dunia pendidikan kita membutuhkan visi kebangsaan yang kuat. Di tengah dinamika global yang sering kali menantang identitas, guru berperan menjaga akal sehat publik. Mereka menjadi penjaga nilai ketika ruang digital memicu polarisasi, menjadi penuntun ketika budaya instan menggerus daya tahan mental, dan menjadi pembentuk karakter ketika kehidupan modern menawarkan kemudahan tanpa kedalaman.

Peran ini berakar pada nilai yang sudah lama diwariskan guru-guru bangsa, termasuk Tjokroaminoto: bahwa pendidikan harus memerdekakan dan menegakkan martabat manusia.

Dari sinilah kita belajar bahwa investasi terbesar bangsa mestinya ditujukan pada peningkatan kapasitas, perlindungan profesi, dan kesejahteraan guru. Tidak ada negara maju yang abai terhadap gurunya. Mereka yang menyadari pentingnya masa depan, pasti memuliakan para pendidik.

Pada momen Hari Guru tahun ini, bangsa Indonesia memiliki kesempatan untuk menata ulang komitmen terhadap pendidikan. Kita dapat mulai dengan memastikan ekosistem pendidikan yang memberi ruang bagi guru untuk tumbuh. Kita dapat menguatkan pelatihan berbasis realitas lapangan, memperbaiki pemerataan distribusi pendidik, menyediakan infrastruktur digital yang memadai, serta menegakkan kebijakan yang melindungi martabat guru.

Lebih dari itu, kita dapat menghadirkan kembali teladan moral dalam dunia pendidikan. Sejarah telah menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengubah arah bangsa. Maka, memuliakan guru bukan hanya bentuk penghormatan, tetapi investasi paling strategis untuk masa depan Indonesia.

Semoga keteladanan H.O.S Tjokroaminoto terus menjadi inspirasi bagi guru-guru di seluruh Nusantara untuk tetap menyalakan harapan, membangun karakter, dan menuntun generasi muda menuju masa depan yang bermartabat.

Selamat Hari Guru. Pengabdian para pendidik adalah cahaya yang memastikan bangsa ini tidak berjalan dalam gelap.

 

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram
News Update Terkait

Cari Berita ?

Mau Lihat Arsip ?

Arsip Berita Kami