MAKASSAR, SeNNTV.id – Organisasi masyarakat sipil Balla’ Inklusi melaksanakan kegiatan Ngobrol Politik bertajuk Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup=Indonesia Aman.
Ngobrol Politik dilaksanakan di Kedai U Jalan AP Pettarani Makassar, Jumat (19/5/2023) sore, dengan menghadirkan dua narasumber, yakni Ketua FIK Ornop Sulsel Samsang Syamsir dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Sulsel Haswandy Andy Mas.
Direktur Balla’ Inklusi Abd Rahman Daeng Gusdur mengatakan, sistem Pemilu sebenarnya masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, demikian dirinya mengajak kepada smeua elemen supaya tidak terjebak pada persoalan sistem Pemilu.
“Apakah sistem tertutup maupun terbukan, kita jangan terjebak pada persoalan itu,” kata Gusdur.
Ia mengatakan, hal utama yang perlu dikawal saat ini adalah memastikan-tahapan Pemilu berjalan secara proporsional sehingga tidak menimbulkan perpecahan.
Menurut Gusdur, wacana sistem Pemilu Tertutup atau Pemilu Terbuka sudah cukup menarik perhatian banyak pihak untuk berseteru di media sosial. “Sudah mulai ada sekat, ada pembatasan, akhirnya menimbulkan konflik yang kecil,” katanya.
Lebih jauh Gusdur berharap, apapun keputusan dari MK nantinya, semua pihak harus tetap bersama-sama mengawal perdamaian di negara ini. Karena tahapan-tahapan pengawalan Pemilu adalah agenda utama yang mesti diwujudkan bersama-sama.
Sementara itu, Ketua FIK Ornop Sulsel Samsang Syamsir menegaskan, apa pun nantinya bentuk sistem Pemilu di tahun 2024, harapan terbesarnya adalah Pemilu bisa berjalan secara baik dan terkontrol.
“Sehingga tidak menurunkan kualitas Pemilu kita, kualitas demokrasi kita yang puncaknya akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024,” kata Samsang Syamsir.
Menurut Samsang Syamsir, sistem Pemilu terbuka maupun sitem Pemilu tertutup memiliki kelebihan kekurangan masing-masing. Sehingga, hal utama yang harus dikawal adalah negara bisa hadir dan adil kepada rakyatnya.
Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Sulawesi Selatan Haswandy Andi Mas mengemukakan analisanya, bila sistem tertutup maka biaya politik masih akan berputar di kalangan para elit Parpol. Sedangkan terbuka, maka akan mengalir dan berputar kepada rakyat, karena disitu ada persaingan perolehan suara.
Mantan Direktur LBH Makassar ini menilai, tingginya partisipasi politik tentu saja sejalan dan sebanding dengan hadirnya dugaan praktik politik uang. Selain itu, sistem Pemilu yang berjalan saat ini belum dapat mendekatkan rakyat dan wakil rakyatnya. Sebab, yang duduk selama ini dianggap belum memiliki kapasitas, tapi hanya menjual popularitasnya.
“Caleg hanya terkenal karena spanduknya, tapi bukan pada kapasitasnya, itu fakta yang terjadi. Dalam kontes organisasi masyarakat sipil, kita banyak lakukan pemantauan. Demokrasi tidak berhenti setelah pemilu. Kedaulatan rakyat itu 24 jam. Harapan kita, jangan sampai setelah terpilih di DPR, DPRD itu sudah jadi wakil rakyat, bukan wakil partai,” ucap Haswandy.